Adhiputra, A.A.Ngurah (2018) Kinerja Profesi Konselor dan Pedoman Implementasi Pengelolaan Pelatihan Model Layanan Profesional Konseling HIV/AIDS Berbasis Front-end Analysis. In: HIV/AIDS Model Layanan Profesional Konseling Berbasis Front-end Analysis. Bab.III Pedoman Implementasi Pengelolaan Pelatihan Model Layanan Profesional Konseling HIV/AIDS Berbasis Front-end Analysis, 1 (71). PSIKOSAIN, Ruko Jambusari No. 7 A Yogyakarta, pp. 45-110. ISBN 978-602-50453-8-7
|
Text
Bab II dan III Konseling HIVAIDS.pdf Download (783kB) | Preview |
Abstract
Konseling merupakan salah satu proses yang harus dilakukan sebelum seseorang memutuskan untuk tes anti HIV. Pengertian konseling adalah hubungan kerjasama yang bersifat menolong antara Konselor dan Klien yang bersepakat untuk: (a) bekerjasama dalam upaya menolong klien agar dapat menguasai permasalahan dalam hidupnya, (b) berkomunikasi untuk membantu mengidentifikasi dan mendiagnosa masalah klien, (c) terlibat dalam proses menyediakan pengetahuan keterampilan dan akses terhadap sumber masalah, (d) membantu klien untuk mengubah perilaku dan sikap yang negatif terhadap masalahnya sehingga klien dapat mengatasi kecemasan dan stress akibat dari dampak sosial masyarakat dan juga dapat memutuskan sendiri apa yang akan dilakukan terhadap permasalahan yang dihadapinya. Konseling HIV/Aids adalah konseling yang secara khusus memberikan perhatian terhadap permasalahan yang berkaitan dengan infeksi terhadap virus HIV/Aids, baik terhadap orang dengan HIV/Aids atau Odha, maupun terhadap lingkungan yang terpengaruh. Tujuan dari Konseling HIV/Aids adalah adanya perubahan perilaku bagi orang yang terinfeksi HIV/Aids dan adanya dukungan sosial dan psikologis kepada Odha dan keluarganya sehingga dapat mencegah dan penularan infeksi virus HIV/Aids. Konseling HIV/Aids biasanya dilakukan sebanyak dua kali dalam melakukan uji Tes HIV, yaitu: sebelum tes (Pra-test) dan sesudah tes (Pasca-test) HIV/Aids. Selama proses konseling berlangsung biasanya ada beberapa topik yang akan dibicarakan, yaitu: (a) mengidentifikasi perilaku yang beresiko tertular HIV/Aids, (b) membantu membuat keputusan untuk mengubah perilaku itu dan mengantikan perilaku-perilaku yang beresiko lebih rendah/aman dan mempertahankan perilaku tersebut, dan (c) membantu menyadarkan klien untuk mengambil keputusan sendiri melakukan uji tes HIV/Aids dengan membuat suatu pernyataan persetujuan (Imformed Consent) tampa paksaan dan bersifat rahasia (Confidentiality). Jadi sebagai seorang Konselor harus dapat menyadarkan klien (Odha) dalam memberikan layanan konseling bahwa untuk memastikan Anda tidak pernah menulari siapa-pun, termasuk pasangan anda yang negatif. “Infeksi ini berhenti pada diri saya” adalah kata-kata yang seharusnya menjadi pegangan klien (Odha). Tentu saja, orang dewasa yang HIV negatif harus waspada mengenai risikonya dan harus melindungi diri sendiri juga. Sayangnya, pendekatan itu tidak dicermati oleh kebanyakan orang. Epidemi tetap terus tumbuh. Konselor memiliki peran yang sangat penting mengubah pesan pencegahan untuk memfokuskan pada orang yang menderita HIV positif – orang yang tahu lebih baik dari pada siap-pun betapa penting mencegah penularan dan mereka harus memikul tanggungjawab paling besar untuk tidak menyebarkan infeksi HIV ini kepada siapa-pun.
Item Type: | Book Section |
---|---|
Subjects: | L Education > LC Special aspects of education |
Divisions: | Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan > Program Studi Bimbingan dan Konseling |
Depositing User: | Adhiputra A. A. Ngurah |
Date Deposited: | 09 Mar 2022 13:34 |
Last Modified: | 09 Mar 2022 13:34 |
URI: | http://repo.mahadewa.ac.id/id/eprint/2115 |
Actions (login required)
View Item |